Liburan sekolah kemarin sekeluarga kami pergi ke Bandung. Biasalah, Bandung musim liburan begini macet, dipenuhi turis-turis lokal dari Jakarta. Jadi kami memutuskan untuk mencari sesuatu yang lain, dan mengunjungi Wisata Tangkuban Perahu adalah pilihan yang bagus.
Kami berangkat dari hotel yang terletak di kawasan Dago sekitar jam 9 pagi. Ternyata tidak terlalu jauh juga Tangkuban Perahu, hanya sekitar 1 jam perjalanan. Perjalanan dari gerbang utama menuju puncak cukuplah menegangkan, seperti perjalanan out of nowhere. Apalagi ditambah sepanjang jalan kami hampir tidak berpapasan dengan kendaraan lain, selain jalannya yang memang jelek kondisinya. Ternyata di atas sudah banyak pengunjung yang datang. Begitu sampai di atas, kami langsung turun dari mobil, tidak sabar ingin melihat kawah Tangkuban Perahu. Wow, indah sekali, walaupun terlihat cukup mengerikan, membuat kita merasa "humble". Serunya, katanya kita kalau mer ebus telur langsung matang ... tapi siapa mau merebus telur di kawah ya?
Waktu diisi dengan penjelasan ke princesses, terutama the big one, tentang apa itu kawah, apa itu yang berasap, dan betapa panasnya di bawah sana. Dan tidak lupa foto-foto dengan segala pose, tidak peduli apakah nanti akan dicetak ataupun tidak. Lalu kami naik lagi, melihat dari atas pos pengawasan, lalu mampir di pusat informasi. Di situ kami baru tau kalau kita bisa melihat kawah dari dekat, di tempat yang namanya Kawah Domas (Domas Crater). Kawah Domas ini berjarak sekitar 1,2 km dari Kawah Tangkuban Perahu, kira-kira 20 menit berjalan kaki (anggaplah 2 kali waktu itu, mengingat kami membawa 2 anak kecil). Jika berjalan dari arah Kawah Tangkuban Perahu, medannya turunan yang cukup menantang, namun dengan pemandangan yang katanya tidak tertandingi. Pilihan lainnya, jika berjalan dari dekat parkiran bawah juga 1,2 km, tetapi dengan medan yang jauh lebih mudah, alias datar.
Kami mempertimbangkan petualangan itu sambil makan ketan bakar khas daerah Lembang. Bagi yang belum pernah, ketan bakar itu diisi sambel oncom yang pedas manis dan serundeng kelapa ... sangat enak (atau mungkin juga saat itu kita kelaparan). Akhirnya, karena ada 2 putri cilik, diputuskan untuk menjalani petualangan lewat medan datar. Yang penting seru, dan memberi pengalaman yang beda untuk anak-anak.
Petualangan seru dimulai. Untuk jaga-jaga, supir keluarga kami juga diajak. Untuk mencapai kawah Domas, kami harus melewati hutan yang cukup lebat, dengan jurang di satu sisi. Memang ada jalan khusus, sehingga kita tidak perlu menerabas hutan. Dan medan datar yang disebutkan itu juga sebenarnya tidak datar juga, cukup naik dan turun. Cukup menegangkan, mengingat kami sangatlah orang kota. Saya cukup kuatir kalo-kalo tiba-tiba muncul ular dari semak belukar. Kira-kira perjalanan 5 menit, the little one minta gendong. Ini salah satu tugas bapaknya, yang bergantian dengan supir kami. 5 menit kemudian, the big one juga ikut-ikutan minta gendong, karena sudah cukup lelah. Di sepanjang jalan, beberapa kali kami berpapasan dengan turis lain, termasuk turis asing. Kami pikir ... mereka kuat, kenapa kita tidak bisa? Ternyata, makin jauh ke dalam hutan. Tetes-tetes hujan mulai turun, terdengar bunyi geludug di kejauhan. Kami mulai ragu-ragu. Sementara itu, tidak lupa untuk foto-foto. Kami lalu melewati jembatan gantung, persis seperti film Dora. Kami juga melewati turis asing yang sedang membeli kalung batu dari seorang lokal seharga 400 ribu rupiah untuk 3 kalung (imagine ... mengingat harga kalung itu sebenarnya hanya sekitar 40 ribuan).
Akhirnya, dengan berbagai pertimbangan, kami menyerah dan kembali ke parkiran mobil. Pertimbangan kami, jika memang benar-benar turun hujan, pasti jalan setapak tersebut menjadi licin. Mengingat setiap orang (sang bapak dan pak supir) menggendong satu anak, dan di satu sisi kami ada jurang, kami tidak berani mengambil resiko. Cukup disayangkan, karena katanya jarak yang harus ditempuh tinggal 500 m lagi. Walaupun begitu, petualangan tersebut tidak akan pernah terlupakan. Anak-anak menyebutnya petualangan di hutan.
No comments:
Post a Comment